ILMU PENYAKIT DALAM
VETERINER
EMFISEMA
I. DEFINISI EMFISEMA
Emfisema adalah penyakit paru yang
progresif, kronik dan jangka panjang. Emfisema juga merupakan bagian dari
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Pada emfisema, peradangan yang disebabkan
oleh kondisi ini menyebabkan kerusakan jaringan paru, terutama yang letaknya
berdekatan dengan saluran udara. Cedera pada jaringan ini berakibat pada
kerusakan saluran udara, sehingga udara akan terjebak pada kantung udara, dan
paru-paru dibiarkan kosong. Karena hal itu, alveoli yang terletak pada
paru-paru akan menggembung. Alveoli yang menggembung ini kemudian akan memenuhi
dada tanpa meninggalkan ruang sedikitpun untuk
pertukaran udara, sehingga saluran udara menjadi terganggu dan aliran udara menjadi terhenti.
pertukaran udara, sehingga saluran udara menjadi terganggu dan aliran udara menjadi terhenti.
Pada kasus
emfisema, paru-paru kehilangan kelenturannya. Paru-paru yang biasanya meregang
pada saat menarik nafas tidak dapat kembali ke keadaan normal karena udara yang
terjebak di kantung udara. Selain itu, emfisema juga menghancurkan pembuluh
darah kecil pada paru-paru, yang merupakan pembawa gas yang dibutuhkan untuk
pernapasan, sehingga darah yang mengalir menuju paru-paru pun ikut terkena
dampaknya.
II.
PATOGENESA
Alveolus kembang kempis sejak lahir sesuai batas
elastisitas dindingnya. Pengembangan alveoli yang berlebihan dalam waktu lama,
misal oleh batuk paroxysmaldan kronik, akan mengakibatkan penurunan elastisitas
alveoli. Adanya stenosis saluran pernafasan, udara tidak dapat dikeluarkan
semua, hingga terjadi kenaikan tekanan intraalveolar. Tekanan intra alveolar
meningkat pada suatu ketika mencapai batas maksimum hingga alveoli akan dapat
pecah dan mengakibatkan emfisema interstisial. Penurunan elastisitas yang
berlebihan akan menyebabkan emfisema alveolaris. Emfisema terjadi pada bagian
paru-paru yang normal sebagai kompensasi atas ketidakmampuan untuk berfungsi
dari bagian paru-paru yang lain, misalnya karena abses, oedema, dan bronchopneumonia.
Penurunan elastisitas bronchiol dan alveoli mungkin disebabkan oleh toksin yang
dihasilkan kuman tertentu. Kelemahan dinding alveoli udara ekspirasi harus
dikeluarkan dengan usaha yang lebih besar dari normalnya, hingga terlihat
dispnoea yang bersifat ekspiratorik. Kadang-kadang ditemukan ekspirasi ganda
(dobel) ditandai dengan berkontraksinya otot perut secara berlebihan. Robeknya alveoli
diikuti robeknya kapiler disekitarnya, hingga titik-titik darah sering
ditemukan bersama lendir atau dahak yang keluar.
Bagian
histologis struktur paru pada emfisema eksperimental. Sampel paru yang
dimasukan ke dalam paraffin dan di warnai dengan menggunakan protocol pewarnaan
H&E rutin Mayer. (A dan C) 2x dan (B dan D) 10x pembesaran bagian
paru-paru. Pada kelompok kontrol (A dan B), jaringan alveolar yang padat
terlihat dengan baik, sedangkan paru-paru emfisema (C dan D) menampilkan
diameter alveoli patologis yang lebih besar dengan jumlah alveoli yang kurang.
III. ETIOLOGI
Emfisema paru-paru primer dapat disebabkan oleh trauma
yang langsung mengenai dada hingga sampai ke paru-paru. Tidak menutup
kemungkinan, emfisema paru-paru diikuti oleh emfisema subkutan di sebagian
besar tubuh. Emfisema primer jarang sekali terjadi terutama pada ternak besar
karena paru-paru ternak dilindungi oleh tulang iga dan otot-otot yang kuat.
Emfisema sekunder sering kali terjadi pada sebagian besar ternak. Emfisema
sekunder merupakan kejadian lanjutan dari penyakit saluran pernafasan dan
radang paru-paru, misalnya pneumonia suppurativa, pneumonia verminosa,
pneumonia interstisial, bronchitis dan bronchiolitis. Kuda tua yang dirawat di
kandang terus-menerus dengan kualitas pakan yang jelek dan berdebu maka mudah
menderita emfisema alveolaris yang kronik
tanpa diketahui sebab-sebabnya (heaves). Alergen yang tidak tersifat seperti
debu kandang, spora jamur dan sebagainya akan dapat memudahkan timbulnya
emfisema bagi hewan-hewan yang peka. Emfisema paru-paru mungkin dapat timbul
sebagai lanjutan dari perubahan patologis di luar alat pernapasan yang disertai
toksemia, misalnya mastitis yang disebabkan oleh E.coli. Adanya bahan-bahan
iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung
lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap. Pada alveoli yang meradang, akan
terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama
neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding
alveoli. Tubuh menghasilkan protein alfa-1-antitripsin, yang memegang peranan
penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrophil estalase. Ada suatu
penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana hewan tidak memiliki atau
hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada usia
muda. Pada sapi, emfisema bisa merupakan lesi karena pneumonia atipika, pneumonia
parasiter dan bisa juga dikarenakan anafilaksis (reaksi hipersensitifitas).
Bentuk emfisema yang paling biasa terjadi pada hewan adalah emfisema alveolaris
kronis atau pada kuda sering disebut heaves. Penyebab utamanya kurang diketahui
namun penyakit ini sering sekali terjadi pada kuda dewasa yang diberi pakan
dengan kadar serat kasar yang rendah secara berkepanjangan dan semakin parah
jika makanan berdebu. Emfisema ini juga umum terjadi pada kuda yang
dikandangkan di gudang untuk periode yang lama. Emfisema akut terjadi karena
perforasi (perlubangan) pulmo oleh karena adanya benda asing yang menusuk atau
menyebabkan trauma. Kasus ini sering disebut Reticuloperitonitis Traumatik.
Contoh kejadiannya adalah pada sapi atau kuda yang menelan benda tajam seperti
paku secara tidak sengaja. Pada pemeriksaan mikroskopis biasanya ditemukan
perubahan menahun dalam paru-paru antaralain :
1. Proliferasi epitel dan propia mukosa bronkhus dan
bhonkioli
2. Hipertropi jaringan otot bronkhus, bhronkhioli
pembuluh darah
3. Penambahan jaringan limfoit dan penebalan septa
alveoli karena jaringan ikat
Adapun klasifikasi emfisema yakni:
1. Jenis emfisema
berdasarkan lokasi kerusakan:
·
Centriacinar
emfisema adalah salah satu jenis emfisema paru-paru yang ditandai dengan
pembesaran rongga udara di bagian proksimal acinus, terutama pada tingkat
bronchiolus repiratorius.
·
Distal
acinar emfisema adalah salah satu jenis emfisema paru-paru yang terbatas pada
ujung distal alveolus di sepanjang septum inter lobularis dan di bawah pleura
membentuk bula.
·
Panacinar
emfisema adalah satu jenis emfisema paru-paru yang ditandai dengan pembesaran
rongga udara yang relatif seragam di seluruh acinus. Merupakan bentuk yang
jarang, gambaran khas nya adalah tersebar merata di seluruh paru-paru, meskipun
bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah. Tipe ini sering timbul
pada hewan dengan defisiensi alfa-1 anti tripsin
·
Irregular
emfisema adalah kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada
asinus.
Menurut lokasi timbunan udaranya, kita mengenal dua jenis
emfisema yaitu emfisema alveolaris dan emfisema interstisialis. Emfisema
alveolaris adalah jenis emfisema yang timbunan udaranya masih tertimbun di
dalam alveoli. Emfisema interstitialis adalah keadaan emfisema di mana dinding
alveoli sudah robek lalu udara yang terjebak tadi lepas ke ruang interstisial
pulmo yang ada di antara alveolus. Emfisema interstisial ini, jika berlanjut,
akan berkembang menjadi emfisema subkutan
IV. GEJALA
KLINIS
Pada umumnya gejala-gejala pada keadaan akut maupun kronik adalah
sama, kecuali dalam derajat dispnoea yang tampak. Dalam keadaan akut, emfisema
terjadi secara mendadak dengan dispnoea yang sangat meskipun penderita sedang
istirahat. Usaha untuk memompa keluar udara pernafasan tampak dari pernafasan
abdominal yang menonjol. Ekspirasi dilakukan lebih lama dan pada akhir ekspirasi
udara didorong lebih keras, sehingga sering terlihat ekspirasi ganda (dobel).
Oleh kontraksi otot-otot perut pada kuda tua kandang juga terlihat keluarnya sebagian
anus waktu ekspirasi.
Derajat hipermi dari mukosa mata bervariasi. Dalam keadaan berat
mukosa nampak siatonik. Titik-titik darah sering dijumpai, dikeluarkan bersama
ingus atau dahak yang dibatukkan. Pada emfisema kuda yang dikenal sebagai
“heaves” batuk bersifat kering, pendek-pendek dan segera meningkat bila dibawa
berlari sebentar saja, batuk juga timbul apabila daerah tenggorok ditekan, atau
bila hewan ditempatkan pada kandang yang berdebu akan segera merangsang
terjadinya batuk.
Pemeriksaan secara auskultasi pada kuda akan terdengar suara
krepitasi. Pada sapi daerah yang mengalami proses emfisema suara vesikuler
hilang sama sekali,tinggal suara bronchial, friksi dan krepitasi. Pemeriksaan
secara perkusi akan dijumpai di daerah perkusi paru-paru yang meluas ke
belakang 2-3 rusuk. Daerah pekak jantung kadang berkurang atau hilang sama
sekali. Suara timpani akan terdengar dari sebagian besar daerah perkusi.
Auskultasi pada jantung akan terdengar suara yang teredam. Penderita emfisema
paru-paru yang kronik biasanya jadi kurus.
V.
DIAGNOSIS
1.
Diagnosis Umum
Pada saat auskultasi akan terdengar suara krepitasi
atau sibilant dan hal ini sering terjadi pada sapi. Sementara pada kuda, kita
akan sering mendapatkan suara friksi
2.
Pemeriksaan Patologi Klinik
Karena tertahannya CO2 dalam darah akibat kegagalan
eliminasi oleh sistem pernafasan, maka tubuh mengkompensasi meningkatkan
cadangan alkali. Polisitemia (peningkatan jumlah total sel-sel darah) sebagai
kompensasi kekurangan O2 juga bisa terjadi. Polisitemia dapat dilihat melalui
metode hematokrit.
3.
Pemeriksaan Nekropsi
Paru-paru akan terlihat membesar dan pucat dan dapat
terlihat adanya jejak (imprints) dari tulang iga pada pulmo. Pada kasus
emfisema interstisial, septa interalveolar akan mengalami pengembungan
(distensi) karena udara yang terjebak dan perubahan ini dapat meluas ke bagian
atas yaitu ke lapisan bawah pleura atau lapisan atas pleura. Hal ini yang
menyebabkan timbulnya suara krepitasi, friksi pada saat kita melakukan
auskultasi. Hasil pemeriksaan nekropsi lainnya yang dapat terlihat adalah
adanya bukti gagal jantung kongestif. Jantung akan terlihat berwarna merah
kehitaman. Pemeriksaan histopatologis akan menunjukan adanya ruptur alveoli dan
terjadinya bronchiolitis.
VI. TERAPI DAN PENGOBATAN
Obat-obat yang telah diujikan dalam praktek:
kortikosteroid, antihistaminika, ekspektoransia, bronchodilatator dan
antibiotika. Bronchodilatator dapat mengurangi kejang otot, misalnya agonis
reseptor beta-adrenergik (albuterol inhaler) dan theophylline per-oral (melalui
mulut) yang diserap lambat. Kortikosteroid dapat mengurangi peradangan. Tidak
ada pengobatan terpercaya yang dapat mengurangi kekentalan lendir sehingga
mudah dikeluarkan melalui batuk. Tetapi menghindari dehidrasi bisa mencegah
pengentalan lendir. Minum cairan yang cukup untuk menjaga air kemih tetap encer
dan bening.
Untuk kuda yang diperlukan tenaganya seperti kuda
pacu, kuda tarik, kuda beban dapat dikatakan harapan untuk sembuh tidak ada.
Jadi dapat dialih fungsikan sebagai pemacak jik abelum terlalu tua. Dengan
pemberian istirahat sebanyak-banyaknya, ditemapatkan dalam kandang yang luas,
bersih dan ventilasi yang baik. Diberikan makanan yang berkualitas baik dan
tidak berdebu. Jika tidak ada kontraindikasi dapat diberikan preparat
boroglukonat 24-38% sebanyak 100-200 ml secara IV agar dapat memperkuat
pembuluh darah dalam paru-paru. Apabila perubahan klinisnya belum terlalu jauh,
emfisema yang bersifat kompensatorik dapat sembuh jika penyakit primernya dapat
diatasi.
Dapat juga diberikan oksigen yang akan mengurangi
kelebihan sel darah merah yang disebabkan menurunnya kadar oksigen dalam darah,
memperbaiki gagal jantung, juga bisa memperbaiki sesak nafas selama
beraktivitas dan atropine untuk mengurangi hipoksia. Sapi atau kuda tua yang
menderita emfisema kronik sebaiknya dipotong saja. Adapun pengobatan yang dapat
di lakukan yakni:
1. Hewan yang sudah tua dirawat di kandang yang bersih
dan sekali-kali dikeluarkan.
2. Hewan diberi pakan berkualitas baik dan tidak
berdebu.
3. Kebersihan kandang dijaga dari debu dan spora jamur.
4. Polusi udara umumnya diberi batasan sebagai udara
yang mengandung satu atau lebih zat kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi
untuk dapat menyebabkan gangguan pada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan
harta benda.
DAFTAR PUSTAKA
Ferreira,
A.P., Alana Lucena Oliveira, Giuliano
Queiroz Mostachio, Joana
Zafalon Ferreira,Stephanie
Fernandez, Talita Floering Brêda Souza, Andrigo Barboza de Nardi &
VictorJosé Vieira Rossetto.
2017. Cranioplasty Using
Autologous Fasciae Latae
Graft forNasal Bone Fracture
Repair in a Dog. 45(Suppl 1) : 209.
Hwang, T.S, Y.M. Yoon, S.A. Noh, D.I. Jung, S.C. Yeon,
H.C. Lee. 2016. Pneumatosis Coli in ADog – A Serial Radiographic Study: A Case
Report. 2016 (7) : 404–408.
Maes
Sofie, Bart Van
Goethem, Jimmy Saunders,
Dominique Binst, Koen
Chiers, RichardDucatelle. 2011.
Pneumomediastinum and subcutaneous emphysema in a cat associatedwith
necrotizing bronchopneumonia caused by feline herpesvirus-1. 52 : 1119–1122.
Oliveira, M.V., Soraia C. Abreu, Gisele A. Padilha ,
Nazareth N. Rocha, LÃgia A. Maia, ChristinaM. Takiya , Debora G. Xisto , Bela
Suki , Pedro L. Silva & Patricia
R.M. Roccol. 2016.Characterization of a Mouse Model of Emphysema Induced by
Multiple Instillations ofLow-Dose Elastase. Volume7 : 457.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar