RINGKASAN/SUMMARY
Inseminasi Buatan adalah jenis
pertama dari teknologi reproduksi yang telah diterapkan dalam skala besar untuk
peningkatan mutu genetika. Karena pada dasarnya Inseminasi buatan merupakan
metode untuk meningkatkan potensi reproduksi hewan jantan, teknologi tersebut
memungkinkan penggunaan sedikit hewan jantan untuk dipilih sebagai tetua bagi
generasi berikutnya. Inseminasi buatan merupakan langkah untuk meningkatkan
reproduksi khususnya pada hewan ternak untuk meminimalisir kegagalan
bereproduksi secara alamai yang dikarenakan berbagai faktor, inseminasi buatan
mendukung penggunaan sperma satu hewan jantan untuk membuahi lebih dari satu
hewan betina untuk mencoba menghasilkan lebih banyak keturunan. Inseminasi
buatan ini sendiri dapat dilakukan melalui beberapa tahap yaitu manajemen
pengambilan dan penampungan semen, koleksi semen, pengenceran dan pengolahan
semen sebelum akhirnya nanti dimasukan kedalam organ reproduksi hewan betina
agar dapat berkembang dan bunting sehingga dapat menghasilkan keturunan.
Kata kunci : Inseminasi Buatan, Reproduksi, Hewan Ternak, Babi
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas penyusunan paper Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Veteriner tanpa suatu
halangan yang berarti. Dan tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan paper ini, khususnya
kepada para dosen pengampu.
Penulis akan membahas tentang
Inseminasi Buatan pada Babi. Dalam penyusunan dan pencetakan paper ini mungkin
ada salah kata, ketik atau penyusunan kami mohon maaf yang sebesarnya. Serta
kami sangat mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tugas kami
berikutnya. Dengan adanya paper ini, kami berharap dapat sebagai bahan bacaan
serta pengetahuan tentang Inseminasi Buatan pada Babi.
Denpasar,
01 April 2018
Penyusun
RINGKASAN/SUMMARY.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 3
BAB 2 TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN..................................................................... 4
2.1 Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 4
2.2 Manfaat Penulisan............................................................................................................ 4
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................... 5
3.1 Inseminasi Buatan............................................................................................................ 5
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................................ 10
4.1 Pengertian Inseminasi Buatan........................................................................................ 10
4.2 Teknik Inseminasi Buatan pada Babi............................................................................. 10
4.3 Manajemen Pengambilan dan Penampungan Semen..................................................... 12
4.4 Indikator Keberhasilan dan Kegagalan Inseminasi
pada Babi...................................... 15
4.5 Manfaat dan Kerugian Inseminasi Buatan pada Babi................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 22
LAMPIRAN............................................................................................................................ 22
Figure 1. Teknik Inseminasi..................................................................................................... 10
Figure 2. Inseminasi Buatan pada Babi.................................................................................. 11
Figure 3. Pemeriksaan Semen................................................................................................. 12
Figure 4. Pengenceran Semen................................................................................................. 12
Figure 5. Faktor Keberhasilan................................................................................................ 18
1. Sebaran,
Struktur Populasi dan Kinerja Reproduksi
2. Artificial
Insemination in Pig
3. Pelatihan
Inseminasi Buatan Pada Ternak Babi Di Denpasar Selatan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging babi di sangat diminati
oleh masyarakat luas kecuali muslim karena memang citarasanya enak disamping
juga untuk keperluan upacara keagamaan. Sebagai salah satu sumber protein
hewani daging babi mempunyai kualitas asam-asam amino esensial lebih lengkap
dengan proporsi yang lebih seimbang dibandingkan dengan protein nabati. Sejalan
dengan meningkatnya pertambahan penduduk konsumsi daging babi juga meningkat.
Untuk lebih meningkatkan mutu dan
produktifitas ternak babi secara intensif telah diupayakan perbaikan nilai gizi
dari pakan itu sendiri. Dalam usaha peternakan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk mendapat perhatian. Hal ini disebabkan 55 - 88 % dari
seluruh biaya produksi adalah biaya pakan, sehingga perlu diupayakan untuk
menekan biaya pakan dengan mencari bahan-bahan lokal yang lebih murah, namun
masih mengandung nilai gizi yang baik khususnya untuk ternak babi.
Di sisi lain dalam meningkatkan
produktivitas ternak babi sering juga peternak khususnya yang memelihara induk
mengalami kendala yaitu terbatasnya pejantan yang ada. Tidak semua peternak
mempunyai atau mampu memelihara pejantan lebih-lebih peternak kecil di
pedesaan. Biaya memelihara seekor pejantan memang cukup tinggi. Guna
menangulangi permasalahan tersebut bisa di atasi dengan penerapan teknologi
tepat guna dalam hal ini melalui kawin suntik atau inseminasi buatan (IB).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari inseminasi buatan?
2.
Bagaimana teknik inseminasi buatan pada babi?
3.
Bagaimana manajemen pengambilan
dan penampungan semen untuk inseminasi buatan pada babi?
4. Apa
indikator keberhasilan dan kegagalan dalam teknik inseminasi pada babi?
5. Apa saja
manfaat dan kerugian inseminasi buatan pada babi?
3
TUJUAN
DAN MANFAAT TULISAN
2.1 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan
penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1. Memaparkan
pengertian dari inseminasi buatan
2. Memaparkan
bagaimana teknik inseminasi buatan pada babi
3.
Memaparkan manajemen pengambilan
dan penampungan semen untuk inseminasi buatan pada babi
4. Memaparkan
indikator keberhasilan dan kegagalan dalam teknik inseminasi pada babi
5. Memaparkan
manfaat dan kerugian inseminasi buatan pada babi
2.2 Manfaat Penulisan
Hasil
penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Bagi
Penulis
Dengan menulis paper ini secara tidak langsung telah melatih penulis
untuk dapat berpikir secara sistematis dan dapat memberikan materi mengenai
Inseminasi Buatan pada Babi sekaligus penulisan paper ini sebagai bagian dari
tugas Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Veteriner
2. Bagi
Pembaca
Hasil
paper ini diharapkan dapat memberikan referensi mengenai teknik inseminasi
buatan pada babi.
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Inseminasi Buatan
Menurut Hafez (1993) Inseminasi
Buatan (IB) adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina
dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan
alami.
Inseminasi buatan (IB) merupakan
suatu teknik inseminasi pada ternak yang diterapkan secara efisien pada
peternakan yang maju. Periode yang efektif untuk menginseminasi adalah sekitar
24 jam, antara 24 hingga 36 jam setelah puncak berahi. Pejantan yang akan
digunakan dalam IB harus teruji mutunya dalam hal performans, fisik, kesehatan
dan manajemen pemeliharaan memenuhi standar. Seekor babi jantan unggul, dengan
IB dapat dipakai untuk melayani 2000 ekor betina per tahun dengan keturunan
20.000 ekor.
Keberhasilan IB pada ternak
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas semen beku (straw), keadaan
betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB, dan keterampilan tenaga pelaksana
(inseminator). Faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu
nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian
efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, 1997).
Menurut Ihsan, (1993) saat yang
baik melakukan IB adalah saat betina menunjukkan tanda-tanda birahi, petani
ternak pada umumnya mengetahui tingkah laku ternak yang sedang birahi yang
dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C, 4A, yang dimasud adalah abang, abu, anget,
dan arep artinya alat kelamin yang berwarna merah membengkak kalau diraba
terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang dimaksud adalah bengak-bengok dan
berlendir artinya sapi betina sering mengeluh dan pada alat kelaminnya terlihat
adanya lendir transparan atau jernih, 1C yang dimaksud adalah cingkrak-cingkrik
artinya sapi betina yang birahi akan menaiki atau diam jika dinaiki sapi lain.
Keuntungan IB sangat dikenal dan jauh melampaui kerugian-kerugiannya jika tidak
demikian tentu perkembangan IB sudah lama terhenti dan keuntungan yang
diperoleh dari IB yaitu :
1.
Daya guna seekor pejantan yang
genetik unggul dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
2.
Terutama bagi peternak-peternak
kecil seperti umumnya ditemukan di Indonesia program IB sangat menghemat biaya
di samping dapat menghindari bahaya dan juga menghemat tenaga pemeliharaan
pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan.
3.
Pejantan-pejatan yang dipakai
dalam IB telah diseleksi secara teliti dan ilmiah dari hasil perkawinan
betina-betina unggul dengan pejantan unggul pula.
4. Dapat
mencegah penyakit menular
5.
Calving Interval dapat
diperpendek dan terjadi penurunan jumlah betina yang kawin berulang.
Inseminasi
buatan (IB) pada babi banyak dilakukan di negara-negara dengan produksi babi
yang intensif. Di Eropa Barat, lebih dari 90% betina telah dikembangbiakan
melalui teknik IB selama lebih dari dua dekade (Gerrits et al., 2005; Vyt,
2007). Bila dibandingkan dengan kawin alami, IB adalah teknik yang sangat
berguna untuk mengenalkan gen unggul ke dalam kelompok babi, dengan risiko
penyakit minimal (Maes et al., 2008).
Dalam
praktek prosedur IB tidak hanya meliputi deposisi atau penyampaian semen ke
dalam saluran kelamin betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan
pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau
pengangkutan semen, Inseminasi, pencatatan dan juga penentuan hasil inseminasi
pada hewan betina, bimbingan dan penyuluhan pada ternak.
PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) adalah
teknik perkawinan buatan dengan menggunakan semen dari pejantan yang telah
diseleksi dan tanpa adanya kehadiran pejantan secara langsung dengan tujuan
untuk memperoleh ternak yang unggul dari segi kualitas maupun kuantitas serta
menghindari perkawinan sedarah (inbreeding) dan menghindari penularan penyakit.
4.2 Teknik Inseminasi Buatan pada Babi
Figure 1.
Teknik Inseminasi
Berikut
ini adalah teknik melakukan Inseminasi
Buatan pada Babi :
1. Pastikan
betina yang akan di inseminasi benar-benar dalam keadaan birahi.
2.
Beri kesempatan betina untuk
kontak kepala dengan kepala pejantan dewasa, sebelum dan selama inseminasi.
3. Bersihkan
vulva dengan air atau kertas pembersih.
4.
Vulva dibersihkan dengan alkohol
konsentrasi rendah, dilanjutkan dengan mencuci vulva dengan sodium kloridi
0,9%.
5.
Beri pelicin pada ujung kateter
inseminasi (biasanya melrose cateter) dengan mengoleskan pelicin nonspermisidal
(misalnya vaselin)
6.
Masukan kateter kedalam vagina
dengan arah sedikit miring ke atas untuk mencegah kateter masuk kedalam uretra.
7.
Bila kateter yang dipakai
ujungnya spiral, masukan dengan memutarnya berlawanan dengan arah jarum jam.
8.
Setelah ujung kateter terjepit
dalam leher uterus (cervix), tempelkan botol semen pada kateter dan angkat
sampai berada sedikit lebih tinggi dari betinanya.
9.
Biarkan semen mengalir keluar
botol semen dan masuk ke dalam saluran reproduksi betina.
10. Biarkan semen mengalir dengan sendirinya sampai botol semen menjadi
kosong. Selama inseminasi berlangsung betina tersebut terus dirangsang dengan
meraba-raba bagian samping dan daerah putingnya.
11.
Setelah botol semen kosong,
biarkan kateter berada dalam saluran reproduksi betina tersebut selama 2-5
menit hingga semen dalam kateter semuanya tumpah, perangsangan tetap dilakukan.
12.
Setelah kateter dikeluarkan
biarkan betina tersebut tetap berada di dalam kandang inseminasi, yang
bertujuan agar spermatozoa mampu bergerak ke tempat berlangsungnnya
fertilisasi.
Figure 2.
Inseminasi Buatan pada Babi
4.3
Manajemen Pengambilan dan Penampungan Semen a. Pemeriksaan Semen
Figure 3.
Pemeriksaan Semen
Semen terdiri dari bahan-bahan gelatinous berguna pada perkawinan
alami. Pada sistem kawin suntik bahan gelatinous harus dibuang pada waktu
penampungan semen dari pejantan atau disaring dengan kain kasa steril. Setiap
ejakulasi babi pejantan akan menghasilkan sekitar 125 sampai 500 cc semen,
tergantung pada umur babi. Fraksi prasperma harus dibuang sebab biasanya
terkontaminasi. Fraksi yang kaya akan spermatozoa dipergunakan dalam inseminasi
buatan. pH semen babi antara 7,3 sampai 7,9. Suhu pemeriksaan semen antara 37°C
sampai 40°C. Jumlah spermatozoa yang bergerak progresif harus sekitar 65%
sampai 75% agar mempunyai fertilitas yang tinggi. Semen babi membutuhkan waktu
tiga sampai lima menit dalam mencapai motilitas maksimum (Nugroho danWhendrato,
1990).
b. Koleksi Semen, Pengenceran, dan Pengolahan
Figure 4.
Pengenceran Semen
Meskipun sistem pengumpulan semen
otomatis telah dikembangkan (Barrabes Aeneas et al., 2008), sebagian besar
semen dikumpulkan dengan memakai glove. Pengumpulan semen ini bertujuan untuk
memperoleh semen yang jumlah (volume) nya banyak dan kualitasnya baik untuk
diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan. Secara umum
penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu hormon, metabolisme, keturunan, makanan, umur,
dan kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal
adalah suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para penampung,
cuaca, saranan penampungan termasuk teaser dll. (Sufyanhadi, 2012)
Proses koleksi semen dimulai
terlebih dahulu, menyiapkan termos glass yang sudah diberi saringan dan flash
bottle yang berisi aquabidest. Kandang serta dummy harus dibersihkan dan babi
jantan yang akan diambil spermanya juga harus dimandikan sebelum proses koleksi
semen dilakukan. Pejantan dikeluarkan dengan hati-hati dari kandang dan segera
digiring ke dummy, yang sebelumnya dummy diolesi cairan yang keluar dari vagina
babi betina yang estrus agar pejantan segera naik ke dummy. Babi pejantan yang
naik ke dummy penisnya dibersihkan terlebih dahulu dengan aquabidest
(menghindari kontaminasi pada semen yang di tampung), proses koleksi semen
dilakukan dengan menampungan lima sampai enam semprotan pejantan, yang pertama
dibuang terlebih dahulu, kemudian tapung sperma yang keluar (sperma yang
diambil bewarna putih bening kaya akan spermatozoa). Termos glass segera ditutup
(hindari sinar matahari langsung) dan dibawa segera ke laboratorium untuk
dilakukan proses pemeriksaan, meliputi pemeriksaan motilitas dan mortalitas
spermatozoa yang terkandung dalam semen hasil ejakulasi. (Ko et al., 1989)
Koleksi semen dilakukan dengan
cara babi pejantan digiring ke dummy,
yang sebelumnya diolesi cairan vagina betina birahi agar menaiki dummy, setelah itu koleksi semen
ditampung pada termos glass. Semen hasil koleksi yang diperoleh segera
diperiksa dibawah mikroskop. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop digital
meliputi bentuk, pergerakan dan kepadatan sperma. Sperma selanjutnya dicampur
dengan larutan diluent. Suhu larutan diluent sebelum dicampur harus antara
36° sampai 37°C, agar sperma tidak mati. Sperma yang
telah dicampur dengan diluent selanjutnya diperiksa lagi dibawah
mikroskop, jika bentuk, pergerakan dan kepadatan bagus maka sperma langsung
dimasukan kedalam flate pack 100 cc
lalu ditutup dengan cara di rekatkan. Sperma bisa langsung digunakan untuk
inseminasi buatan. (Vyt et al., 2007).
c. Penilaian Kualitas Semen
Penampungan semen secara rutin
pada ternak bergantung pada cara merangsang pejantan untuk diejakulasi dalam
vagina buatan. Tempat penampungan semen harus dilapisi atau dibungkus untuk
mencegah rusaknya spermatozoa karena pengaruh dingin. Setelah ditampung, semen
dievaluasi pergerakan dan jumlah spermatozoa
dan kemudian diencerkan. Jumlah pengenceran bergantung pada spesies ternak.
Volume yang diinseminasikan juga bervariasi antarspesies (Woelders et al., 1991).
d. Penilaian Konsentrasi Spermatozoa dalam Ejakulasi
Jumlah spermatozoa dalam dosis
semen penting untuk proses pembuahan. Di sisi lain, Inseminasi Buatan (IB)
cenderung mengejakulasi sebanyak mungkin untuk memaksimalkan produksi dosis.
Variasi jumlah spermatozoa dalam ejakulasi sangat berkaitan erat dengan jenis
peranakan babi yang berbeda misal. Landrace, Duroc dan Yorkshire. (Kommisrud et
al., 2002), varisasi ini merupakan faktor pertama yang mempengaruhi produksi
dosis semen. Tidak hanya perbedaan jumlah sperma tetapi juga dalam volume
sperma, berkisar antara 100 sampai 300 ml (Kondracki, 2003) yang mempengaruhi
konsentrasi sperma. Selain itu, beberapa penelitian (Alm et al., 2006; Xu al.,
1998) menggambarkan hasil kesuburan yang lebih rendah saat dosis semen lebih
rendah digunakan pada babi dengan kualitas semen suboptimal. Dengan mengalikan
total volume ejakulasi bebas gel (ml) kali konsentrasi sperma per ml, jumlah
total sperma dihitung. Volume secara rutin diukur dengan menimbang ejakulasi
dengan mempertimbangkan 1 gram sama dengan 1 ml dan jumlah sperma total yang
diperoleh adalah indikator yang baik untuk mengevaluasi spermatogenesis.
(Amann, 2009).
Dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Babi ada
beberapa faktor yang menjadi indikator berhasil atau tidaknya inseminasi buatan
tersebut, yaitu :
1. Kualitas semen
Parameter kualitas semen yang
terpenting adalah konsentrasi dan motilitas progressifnya atau total
spermatozoa yang bergerak kedepan karena hanya spermatozoa yang progressif saja
yang mampu untuk melakukan fertilisasi. Petugas dinas peternakan tingkat
propinsi hingga di peternak termasuk inseminator diwajibkan mempunyai
keterampilan di dalam uji kualitas semen, terutama didalam menentukan
motilitasnya, hal ini karena yang didistribusikan adalah semen yang mempunyai
memfertilisasi, sehingga di setiap tahapan penyerahan semen beku harus
dilakukan uji kualitas semen. Quality control dengan uji kualitas semen perlu
dilakukan secara periodik seiring dengan cek volume nitrogen cair, sebab satu
kali saja volume nitrogen cair sampai di posisi setelah berdirinya straw saja
dapat berakibat kematian spermatozoa.
Kualitas semen harus tetap
terjaga, oleh sebab itn semen beku harus selalu terendam di dalam nitrogen
cair, sekali saja tidak terendam maka spermatozoa beku tidak dapat hidup
setelah dithawing. Dalam kondisi tersebut maka volume nitrogen cair perlu di
kontrol agar semen beku tetap terendam. Apabila di suatu daerah tidak dapat
secara kontinyu tersedia nitrogen cair maka sebaiknya tidak menggunakansemen
beku untuk Inseminasi Buatan, tetapi kawin alam dengan menggunakan pejantan
unggul atau menggunakan semen cair.
2. Keadaan sapi betina sebagai akseptor IB
Pada dasarnya kegagalan dari
inseminasi buatan adalah adanya gangguan pada hewan betinanya baik itu adanya
kelainan anatomi saluran reproduksi, dan gangguan fungsional sebagai berikut :
Kelainan anatomi pada organ
genital dapat menyebabkan infertilitas pada babi. Kelainan ini lebih sering
ditemukan babi dadra dapripada babi dewasa. Kejadian kelainan anatomi secara
perolehan lebih sering terjadi disbanding secara genetic. Aspek patologik juga
senng ditemukan yang dapat menyebabkan sterilitas, seperti adanya lesi uviduk
yangbilateral dimana kurang lebih 33.3 % menyebabkan kegagalan perkawinan.
Kelainan saluran genital bisa terjadi uterus, servik dan vagina. Bila
kesuluruhan system tubular mengalami aplasia atau bila vagina, corpus uteri
mengalami imperforasi, babi akan menjadi steril. Kondisi uterus yang unicornis
hanya kan mengurangi jumlah anak perkelahiran. Sedangkan kelainan ovarium dapat
berupa ada tidaknya ovarium yang dapat menyebabkan infantilism.
b. Faktor
Fungsional
Fungsi reproduksi akan menurun bila ada gangguan pada estrus, ovulasi
dan kebuntingan.
·
Tidak adanya estrus
Babi betina biasa dikawinkan umur
8 bulan atau 4-6 hari setelah penyapihan. Lamanya waktu penyapihan akan
mempengaruhi estrus berikutnya. Bila babi betina gagal menunjukan estrus pada
waktu tersebut maka dikatakan infertile. Untuk mendapatkan èstrus yang jelas
diperlikan ratio energi dan protein serta vitamin. Terapinya dengan injeksi
1000 eCG pagi hari setelah penya[pihan atau dengan sinkromsasi estrus. Kejadian
anestrus berhubungan dengan korpus luteum persisten, piometra dan sista luteal.
·
Kegagalan ovulasi
Ovulasi pada babi biasanya
terjadi 3 8-42 jam setelah timbul estrus. Faktor yang mempengaruhi adalah
lingkungan dan diet. Tingkat ovulasi tergantung herediter diantara bangsa dan
betinanya. Kegagalan ovulasi karena tidak rufturnya folikel, atresia folikel,
sista folikeler, atau folikel mengalami luteinisasi dan berkembang menjadi
luteal sehingga diestrus diperpanjang. Adanya stress
juga dapat menyebabkan kegagalan ovulasi dan sista luteal. Penyebab
sista ovaria adalah adanya gangguan hormonal. Sista ovaria babi dapat berupa
single large cyst yang tidak dikaitkan dengan sterilitas, multiple large cyst
yang menyebabkan infertilitas sementara atau permanent, atau multiple small
cyst yang dikaitkan dengan syndrome cystic ovari babi dimana siklusnya menjadi
tidak tentu.
·
Kegagalan bunting
Setelah fertilisasi, kebuntingan
mungkin tidak terjadi karena adanya kematian embrio dini, mimmifikasi fetus,
keguguran atau lahir mati. Kelahiran yang jelek lebih umum ditemukan daripada
kegagalan kebuntingan total. Dua pertiga dan kelompok babi yang inferetil di
U.S.A. biasanya menunjukan kawin berulang karena kematian embryonic. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa untuk mempertahankan kebuntingan diperlukan lebih
dan 4 embrio yang akan mengatasi efek luteolisi uterus dan akan menginisiasi
kebuntingan normal. Jika awal kebuntingan jumlah embrio kuranng dan 4, babi
betina akan menunjukan estrus kembali atau genjik yang dilahirkan sangat
sedikit karena kematian fetus selama kebuntingan.
3. Ketepatan IB (waktu)
Waktu inseminasi yang kurang
tepat dapat menjadi faktor gagalnya inseminasi buatan. Menurut Foote (1980),
pengawinan harus disesuaikan dengan waktu ovulasi. Saat pengawinan yang paling
baik adalah pada akhir pertama atau pada permulaan hari kedua berahi, karena
ovulasi terjadi kira-kira 30-36 jam dari permulaan birahi. Inseminasi harus
dilakukan dengan teknik benar dan waktu yang tepat untuk mendapatkan laju
kebuntingan yang tinggi (Sterle dan Safranski, 2005).
4. Keterampilan tenaga pelaksana (inseminator)
Yang dimaksud manusianya adalah
Inseminator dan peternaknya. Inseminator menentukan keberhasilan inseminasi
buatan terutama di dalam (1) Teknik Thawing semen beku (2) Deposisi semen
Efek dari thawing sama dengan
saat proses pembekuan terhadap kualitas semen, apabila salah dalam thawingnya
maka membran spermatozoa akan rusak, proses thawing adalah suatu proses
keluarnya intra celluler cryoprotektan (Misal Gliserol) dari dalam sel dan
digantikan lagi dengan air. Thawing dapat dilakukan dengan air es, air kran
maupun air hangat. Pada proses thawing perlu dilakukan peningkatan suhu yang
perlahan, bila menggunakan air es maka proses thawing lebih lama, sedangkan bila
menggunakan air hangat hanya beberapa detik.
Deposisi semen juga berpengaruh
terhadap keberhasilan semen, semakin dalam penempatan semen di dalam organ
reproduksi, maka peluang untuk terjadinya kebuntingan semakin tinggi, akan
tetapi harus diyakinkan bahwa ternak tersebut belum bunting.
Figure 5.
Faktor Keberhasilan
4.5 Manfaat dan Kerugian Inseminasi Buatan pada Babi
4.5.1 Kelebihan Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan (IB) pada babi
dikenal dapat meningkatkan produksi babisecara efisien. Dibandingkan dengan
kawin buatan, IB sangat berguna untuk memasukan gen superior ke dalam betina
(Maes et al., 2008) sehingga dapatmeningkatkan potensi genetik (Toelihere,
1993). Seekor babi jantan unggul,
dengan IB dapat dipakai untuk melayani 2000 ekor betina per tahun dengan
keturunan 20.000 ekor. Apabila pejantan bibit diisolasi dan dijaga
kesehatannya, maka IB dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti
Brucellosis,Tuberculosis dan Leptospirosis. Selain itu dengan teknik IB seekor
pejantan dapat mengawini lebihbanyak betina dalam sekali ejakulasi dan dapat
mengatasi masalah ukuran tubuhyang tidak memungkinkan dalam pengawinan secara
alami (Eusebio, 1980).Toelihere (1993), menyatakan bahwa manfaat lain yang
diperoleh dari inseminasibuatan adalah hemat biaya.
4.5.2 Kelemahan Inseminasi Buatan
Kelemahan utama IB pada babi
adalah, setiap babi betina harus diinseminasidengan 50 sampai 100 ml semen
encer, dan satu ejakulat hanya dapat dipakai untuk menginseminasi 10 sampai 20
ekor betina. Lama penyimpanan semen cair singkat,hanya 24 sampai 48 jam. Selain
itu, untuk mendapatkan hasil yang memuaskansebaiknya penampungan dilakukan
dengan interval tiga sampai enam hari atau duakali seminggu. Secara umum
kelemahan dari teknik IB menurut Toelihere (1993)adalah jika tidak dilakukan
dengan benar, maka akan menurunkan efisiensireproduksi sehingga dalam
pelaksanaannya harus dilakukan secara terlatih danterampil dan teknik IB tidak
dapat digunakan untuk semua jenis hewan.
Jadi, baik kawin alami maupun IB
masing masing memilikikelebihan dan kelemahan. Sebuah penelitian yang dilakukan
Flowers dan Alhusen(1992) menunjukkan bahwa sistem pengkawinan kombinasi (kawin
alam pada hari pertama estrus dan diikuti IB 24 jam kemudian) menunjukkan performa
reproduksi tertinggi dibandingkan dengan kawin alam saja atau IB saja.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Inseminasi buatan pada babi
dimanfaatkan untuk membuat induk babi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan
alami, Kualitas genetik ternak babi dapat dipertahankan atau bahkan
dipertahankan secara mudah dengan biaya yang murah.
Teknik
inseminasi buatan pada babi dilakukan dengan cara :
1.
Pastikan betina yang akan di inseminasi benar-benar
dalam keadaan birahi.
2.
Beri kesempatan betina untuk
kontak kepala dengan kepala pejantan dewasa, sebelum dan selama inseminasi.
3. Bersihkan
vulva dengan air atau kertas pembersih.
4.
Vulva dibersihkan dengan alkohol
konsentrasi rendah, dilanjutkan dengan mencuci vulva dengan sodium kloridi 0,9%.
5.
Beri pelicin pada ujung kateter
inseminasi (biasanya melrose cateter) dengan mengoleskan pelicin nonspermisidal
(misalnya vaselin)
6.
Masukan kateter kedalam vagina
dengan arah sedikit miring ke atas untuk mencegah kateter masuk kedalam uretra.
7.
Bila kateter yang dipakai
ujungnya spiral, masukan dengan memutarnya berlawanan dengan arah jarum jam.
8.
Setelah ujung kateter terjepit
dalam leher uterus (cervix), tempelkan botol semen pada kateter dan angkat
sampai berada sedikit lebih tinggi dari betinanya.
9.
Biarkan semen mengalir keluar
botol semen dan masuk ke dalam saluran reproduksi betina.
10. Biarkan semen
mengalir dengan sendirinya
sampai botol semen
menjadi
kosong. Selama inseminasi berlangsung betina tersebut terus dirangsang
dengan meraba-raba bagian samping dan daerah putingnya.
11.
Setelah botol semen kosong,
biarkan kateter berada dalam saluran reproduksi betina tersebut selama 2-5
menit hingga semen dalam kateter semuanya tumpah, perangsangan tetap dilakukan.
12.
Setelah kateter dikeluarkan
biarkan betina tersebut tetap berada di dalam kandang inseminasi, yang
bertujuan agar spermatozoa mampu bergerak ke tempat berlangsungnnya
fertilisasi.
1. Kualitas
semen
2.
Keadaan sapi betina sebagai
akseptor IB, biasanya terjadi kelainan pada anatomi ataupun faktor fungsional
seperti tidak nyaman esterus, kegagalan ovulasi, kegagalan bunting.
3. Ketepatan
IB (waktu)
4. Keterampilan
tenaga pelaksana (inseminator)
Manfaat
dan Kerugian Inseminasi Buatan pada Babi :
1. Kelebihan
Inseminasi Buatan
2. Kelemahan
Inseminasi Buatan
5.2 Saran
Makalah
ini dibuat untuk melengkapi tugas Manajemen dan Kesehatan Babi
disamping
itu juga untuk menambah wawasan dan ilmu tentang inseminasi buatan
pada
babi, diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk melengkapi apa yang
kurang
dalam makalah ini dan semoga makalah ini dapat membantu serta menambah
wawasan
dan ilmu tentang mata kuliah Manajemen dan Kesehatan Babi khususnya
untuk
mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana semester empat.
Achmad SA, Takdir S, Amiruddin. 2013. Sebaran, Struktur Populasi dan
Kinerja Reproduksi. AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN
0854-0128
Alm, K.; Peltoniemi, O.;
Koskinen, E. & Andersson, M. (2006). Porcine field fertility with
two different insemination doses and the effect of sperm morphology. Reproduction in Domestic Animals, Vol.41, pp. 210-213, ISSN 0936-6768
Amann, R. (2009). Considerations in evaluating human spermatogenesis on
the basis of total sperm per ejaculate. Journal
of Andrology, Vol.30, pp. 626-641, ISSN 0196-3635
Anonim. 1981. Pedoman Beternak
Babi. Yogyakarta : Kanisius.
Bandini Y. 2004. Sapi Bali.
Penebar swadaya. Jakarta
Barrabes Aneas, S.; Gary, B. & Bouvier, B. (2008). Collectis®
automated boar collection technology. Theriogenology,
Vol.70, pp. 1368–1373, ISSN 0093-691X
Budaarsa. K, N. P. Mariani, N.
SuryanI, I.K.Mangku Budiasa. 2009. Pelatihan
Inseminasi
Buatan Pada Ternak Babi Di Denpasar Selatan.
ojs.unud.ac.id Vol(8) No(1)
Dominiek M, Alfonso LR, Tom J, Philip V, Ann VS.
2011. Artificial Insemination in Pigs. Ghent University, Faculty of
Veterinary Medicine, Salisburylaan 133, 9820
Merelbeke Belgium
Flowers W.L., Alhusen, H.D. 1992.
Reproductive performance and estimates of labor
requirements associated with combinations of artificial inseminationand
natural service in swine. 70: 615-621
Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan
Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ihsan, M.N., 1993. Inseminasi
Buatan. LUW.Universitas Brawijaya. Malang
Kommisrud, E.; Paulenz, H.;
Sehested, E. & Grevle, I. (2002). Influence of boar and semen parameters on
motility and acrosome integrity in liquid boar semen stored for five days. Acta Veterinaria Scandinavica, Vol.43,
pp. 49–55, ISSN 0044-605X
Siagian, P. H. 1999. Mahagemen
Ternak Babi. Jurusan Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tsakmakidis, I.; Lymberopoulos,
A. & Khalifa, T. (2010). Relationship
between sperm
quality traits and
field-fertility of porcine semen. Journal
of Veterinary Science, Vol.11, pp.
151-154, ISSN 1229-845X
Ini mengenai ib babi tapi di bagian indikator keberhasilan dan kegagalan ibnya kenapa di tulis sapi.
BalasHapus