Kamis, 19 Juli 2018

FOTOSENSITISASI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banyak kasus keracunan tanaman pada hewan domestik ditandai dengan fotosensitisasi. Fotosensitisasi adalah tanda-tanda dari suatu penyakit berupa dermatitis atau eksim kulit yang pada umumnya menyerang hewan pemakan rumput (herbivore) seperti sapi, kambing, domba dan kuda . Pada babi juga pernah dilaporkan adanya kasus fotosensitisasi, tetapi hal ini jarang terjadi. Gejala fotosensitisasi yang berupa eksim muka (fasial eczema) pada domba di Selandia Baru pertama kali dilaporkan pada tahun 1882. Sedangkan di Afrika Selatan penyakit fotosensitisasi yang menyerang hewan telah dilaporkan sejak tahun 1894 (Quin, 1933). Di Indonesia kejadian fotosensitisasi pada sapi Bali telah dijumpai sejak tahun 1925 (Ressang, 1984). Penyakit ini dikenal dengan nama Bali Ziekte. Selanjutnya Kusumamihardja (1979) melajporkan kasus yang berupa eksim kulit (facial eczema) pada domba di Bogor. Demikian juga Ronohardjo (1981) melaporkan adanya dermatitis simetrika yang menyerang domba di Lombok .

  Sampai saat ini penyebab dari fotosensitisasi yang terjadi di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Walaupun Sobari (1983) den Dharma dkk. (1982) telah berhasil membuat gejala penyakit yang sama dengan Bali Ziekte pada sapi Bali yang diberi Lantana camara, tetapi mereka belum dapat memastikan bahwa lantana adalah penyebab dari Bali Ziekte tersebut . Hal ini disebabkan oleh beberapa kejadian Bali Ziekte pada sapi Bali terjadi pada daerah di mana tidak terdapat tanaman Lantana camara. Kesulitan ini karena fotosensitisasi merupakan gejala-gejala dari suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai kemungkinan agen penyebab.
Sapi Bali adalah ras pilihan untuk kegiatan peternakan sapi di daerah dengan produktivitas pakan hijauan yang rendah (daerah kering), terdapat beberapa kelemahan yang ditemukan pada sapi Bali, seperti : perlu waktu yang lama untuk birahi kembali setelah melahirkan, penyakit Jembrana, penyakit Bali ziekte dan penyakit Coryza. Penyakit Bali ziekte selalu terjadi pada musim kemarau, paling tidak terjadi selama 9 bulan di daerah-daerah kering seperti NTB, penyakit ini menunjukkan gejala reaksi hipersensitivitas kulit terhadap sinar matahari (fotosensitisasi) yang disebabkan oleh konsumsi tanaman yang bersifat meracuni hati, seperti Lantana camara.

1.2 Rumusan Masalah
1.                  Apa penyebab terjadinya fotosensitisasi pada bali ziekta?
2.                  Bagaimana patogenesa dari fotosensitisasi pada bali ziekta?
3.                  Bagaimana gejala klinis yang ditimbulkan dari fotosensitisasi pada bali ziekta?
4.                  Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari fotosensitisasi pada bali ziekta?
5.                  Bagaimana pengobatan fotosensitisasi pada bali ziekta?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui penyebab, patogenesa, gejalaklinis, diagnosa dan diagnosa banding serta pengobatan yang dilakukan pada fotosensitisasi pada bali ziekta.
1.4 Manfaat
            Manfaat dari penulisan paper ini adalah menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penyebab, patogenesa, gejala klinis yang timbul, diagnosis dan diagnosis banding serta cara pengobatan dari fotosensitisasi pada bali ziekta.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1 FOTOSENSITISASI
            Banyak kasus keracunan tanaman pada hewan domestik ditandai dengan fotosensitisasi. Fotosensitisasi adalah gejala dermatitis dan/atau konjungtivitis dan/atau cutaneous hyperesthesia yang berkembang pada hewan yang terpapar  oleh cahaya matahari. Fotosensitivitas berarti peningkatan kepekaan terhadap sinar matahari secara berlebihan yang disebabkan oleh deposisi molekul yang mampu mengabsorbsi gelombang matahari pada kulit.

2.1.1 Mekanisme Fotosensitisasi
Fotosensitisasi dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:
            1. Setelah absorpsi radiasi sinar matahari, molekul sensitisasi mengalami perubahan panjang gelombang menjadi molekul triplet. Molekul sensitisasi triplet kemudian berinteraksi dengan molekul lain melalui hidrogen atau proses transfer elektron untuk menghasilkan radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal bebas tersebut kemudian bereaksi dengan oksigen atau molekul lain, atau melalui transfer energi secara langsung kepada molekul oksigen yang menghasilkan oksigen tunggal dan kemudian dapat mengoksidasi substrat yang peka. Proses ini lebih sering terjadi dan porphyrin merupakan penyebab fotosensitisasi.
            2. Penyimpanan senyawa kimia fotosensitisasi umumnya terjadi pada sel endothelial dari kapiler dermis dan dalam hal tertentu adalah sel mast dermis. Beberapa senyawa aktif mungkin berikatan hanya pada membran permukaan kapiler, sedangkan lainnya diabsorbsi ke dalam sel yang akan menyimpan senyawa aktif tersebut di dalam lysosomes. Melalui absorbsi cahaya dengan penjang gelombang yang tepat oleh endothelium kapiler yang terdapat di dalam lapisan luar dermis, maka kerusakan sel umumnya terjadi melalui pelepasan enzim proteolitik dari lysosomes. Akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis sel, oklusi vaskuler dan inflamasi akut. Bila penetrasi pada epidermis oleh radiasi dicegah baik oleh ketebalan kulit, bulu penutup atau pigementasi seperti kulit hitam, maka fostosensitisasi tidak akan terjadi.
            3. Kadang-kadang fotosensitisasi harus didiferensiasi dari dermatitis (sunburn) sederhana. Dematitis sederhana tersebut merupakan reaksi normal kulit yang tidak terlindungi, tidak berpigmentasi terpapar oleh cahaya matahari, dan disebabkan oleh radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang yang pendek (320 nm).
2.1.2 Klasifikasi Fotosensitisasi
            Seekor hewan menglami fotosensitisasi biasanya melalui absorpsi senyawaan tertentu yang dimasukan atau terbentuk di dalam traktus alimentarius. Namun fotosensitisasi yang lebih luas dapat terjadi melalui absorpsi ke dalam kulit dimana senyawa fotosensitisasi secara lokal mengandung bahan minyak atau bahan obat gosok. Keberadaan penyakit metabolik kongenital dan obat penyebab penyakit (drug-induced diseases) dapat menimbulkan senyawa sensitisasi endogenous yang berlebihan atau abnormal. Senyawa tersebut dapat berupa porphyrin non-fisiologis seperti uroporphyrin I (seperti porphyria erythropoietic kongenital pada sapi dan babi), atau jumlah berlebihan dari tipe III porphyrin alami, termasuk protoporphyrin IX ( seperti pada obat penyebab gangguan sintesis haem hati).
Fotosensitisasi diklasifikasikan menjadi:
1. Fotosensitisasi primer (Tipe I) – langsung dari racun tanaman.
2. Fotosesitisasi sekunder atau hepatogenus (Tipe II) – akibat dari metabolit racun.
3. Fotosensitisasi primer. Beberapa tanaman mengandung senyawa fluoresen yang berpotensi merangsang pigmen, setelah absorpsi dari lambung masuk ke dalam aliran darah portal, dan tidak dikeluarkan secara sempurna oleh hati, tetapi tetap berada di dalam sirkulasi peripferal dan mencapai kapiler kulit.
Tanaman tersebut meliputi:
1. Fagopyrum esculentum (boekweit, buckweat) – mengandung pigmen helianthrone.
2. Seledri – mengandung furocoumarin.
3. Phenothiazine – berubah menjadi phenothizine sulphoxide di dalam rumen, kemudian menjadi phenothiazone di dalam hati.
            Fotosensitisasi sekunder atau hepatogenus. Kebanyakan fotosensitisasi pada hewan domestik bukan fotosensitisasi primer tetapi bersifat sekunder terhadap kerusakan hati. Banyak tanaman dapat menimbulkan kerusakan jaringan hati dan sebagai akibatnya fotosensitisasi merupakan gejala klinis dari keracunan tanaman. Senyawaan fotosensitisasi tersebut adalah phylloerythrin. Phylloerythrin berasal dari chlorophyll melalui proses mikroba di dalam saluran pencernaan. Pigmennya merupakan porphyrin fluorescent. Senyawa ini diserab kedalam darah portal dan dikeluarkan oleh hati untuk diekskresikan ke dalam empedu, yang merupakan sirkulasi enterohepatik. Salah satu gambaran kerusakan sel hati adalah ketidak mampuan dalam mengambil phylloerythrin dari darah sinusoid dan mengeluarkannya ke dalam empedu. Phylloerythrin yang beredar di dalam darah perifer secara tidak langsung diekskresikan melalui urin sebagai porphyrin endogenous yang mengandung berbagai kelompok hydrofilik, dan hal ini juga meningkatkan potensi fotosensitisasinya. Tanaman-tanaman tersebut adalah:
1. Lantana camara (bunga pagar, tahi ayam, tai kotok) – mengandung lantadene.
2. Cengkeh
3. Leguminosa
2.1.3 Penyakit Kulit Akibat Fotosensitisasi
            Sapi Bali adalah ras pilihan untuk kegiatan peternakan sapi di daerah dengan produktivitas pakan hijauan yang rendah (daerah kering), terdapat beberapa kelemahan yang ditemukan pada sapi Bali, seperti : perlu waktu yang lama untuk berahi kembali setelah melahirkan, penyakit Jembrana, penyakit Baliziekte dan penyakit Coryza. Penyakit Baliziekte selalu terjadi pada musim kemarau, paling tidak terjadi selama 9 bulan di daerah-daerah kering seperti NTB, penyakit ini menunjukkan gejala reaksi hipersensitivitas kulit terhadap sinar matahari (fotosensitisasi) yang disebabkan oleh konsumsi tanaman yang bersifat meracuni hati, seperti Lantana camara. Medikasi etno-veteriner untuk penyakit ini diperkenalkan oleh deputy NFM on farming system SPFS Indonesia (Johan Purnama DVM, MSc) untuk menyelesaikan masalah secara aman dengan ongkos medikasi yang rendah, menggunakan tanaman herbal dan bahan alami yang ada di sekitar lokasi

2.2 ETIOLOGI
            Penyakit Baliziekte pertama kali ditemukan pada tahun 1925 Subberink dan Le Cultre di beberapa tempat di Bali, yang kemudian juga ditemukan di sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Penyakit Baliziekte biasa ditemukan pada musim kemarau pada sapi Bali, penyebab penyakit ini adalah suatu reaksi hipersensitivitas fotosensitisasi yang disebabkan oleh tanaman –tanaman : Lantana camara dan Medicago sp. Tanaman-tanaman ini sangat mudah tumbuh dan mampu bertahan dalam situasi kering sehingga terkadang menjadi pilihan makanan oleh ternak sapi yang dipelihara dengan pola penggembalaan.
            Lantana camara mengandung Lantadene-A yang bersifat meracuni hati (hepatotoksik), sehingga hati akan melepaskan beberapa zat yang akan menimbulkan reaksi peningkatan kepekaan kulit terhadap sinar matahari (fotosensitisasi).

2.3 PENYEBAB TERJADINYA FOTOSENSITISASI
Fotosensitisasi    terjadi bila terdapat  agen fotodinamik   dalam darah perifer disertai dengan sinar ultra violet dari sinar matahari  yang menimpa   kulit terutama yang kurang terlindung   oleh bulu serta kurang berpigmen. Daerah-daerah tersebut antara lain sekitar mulut dan hidung, sekitar mata dan telinga, sekitar vulva, dan sekitar sisi bagian dalam  dari kaki belakang. Pada daerah ini agen fotodinamik  akan menyerap energi sinar ultra violet, kemudian energi tersebut  diteruskan kedalam komponen-komponen dari sel disekitarnya. Akibatnya terjadi kerusakan membran sel dan pada akhirnya  terjadi  kerusakan dari struktur  seluler (lvie, 1982).  Pada keadaan ini terlihat  adanya dermatitis didaerah kulit tersebut. Pada keadaan yang parah (kronik) terbentuk keropeng dan kadang-kadang kulit yang terluka  dapat terkelupas.
Agen foto dinamik yang umum adalah phylloe­rythrin yang merupakan metabolit normal hasilfer­ mentasi anaerobik dari chlorophyl didalam rumen. Phylloerythrin ini dengan segera dikeluarkan dari tubuh melalui  empedu  dalam  keadaan  hewan  normal. Tetapi  pada keadaan  hewan  menderita kerusakan hati dan terjadi pembendungan pada saluran empedu,  maka phylloerythrin tidak dapat dikeluarkan  melalui empedu  dan masuk  ke peredaran darah sehingga jumlahnya meningkat dalam darah termasuk  dalam peredaran darah perifer.  Menurut Forddan Gopinath (1976).  kadar phylloerythrin sebesar 0,1 ug/ml sudah dapat menimbulkan fotosensitisasi  pada hewan.  Oisini fotosensitisasi  terjadi didahului  dengan terjadinya kerusakan pada organ hati.
Agen   foto  dinamik  lain seperti  hipericin  dan fagopyrin   dapat   menimbulkan fotosensitisasi  secara langsung tanpa  didahului oleh kerusakan hati. Dalam  hal iniagenfotodinamik tersebut  dapat be­ reaksi langsung dengan sinar ultra violet   padada­ erahkulit sehingga  terjadi kerusakanselataujaring­ an kulit tsrsebut.
Menurut   Smith  (1987).   penyebab timbulny fotosensitisasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1. Penyebab langsung atau fotosensitisasi primer.
Fotosensitisasi primer terjadi oleh karena adanya zat kimia (agen) fotodinamik yang berasal dari luar tubuh  hewan  (misalnya asal bahan makanan atau obat-obatan) masuk dan beredar dalam tubuh sehingga sampai daerah perifer. Agen fotodinamik ini dapat  bereaksi  langsung   dengan  sinar  ultra violet  dari sinar matahari  di bagian kulit yang kurang berpigmen dan tidak terlindung bulu, sehingga terjadi kerusakan pada kulit tersebut.  Di sini zat kimia atau agen foto dinamik tersebut  tidak perlu menimbulkan  (menyebabkan)  terjadinya  kerusakan pada organ hati. Agen (zatkimia) fotodinamik  penyebab  langsung  ini antara  lain:
1.                  Asal tanaman  misalnya  hypericin  (asaltanam­an Hypercumspp) fagopyrin  (asaltanaman Fa- gopyrumspp.), furocoumarin, dan lain s ebagainya.
2.                  Asal  obat-obatan  seperti  tetracycline, pheno­thiazine dan beberapa sufonamida.
2.  Penyebab tidak   langsung  atau fotosensitisasi sekunder.
Fotosensitisasi sekunder ini disebut juga fotosensitisasi hepatogenous oleh karena  terjadinya fotosensitisasi didahului atau disertai dengan kerusakan organ hati. Disini fotosensitisasi terjadi oleh karena zat kimia (agen penyakit  lainnya) yang berasal dari luar tubuh masuk kedalam tubuh ternak, dan zat atau agen tersebut menimbulkan gangguan pada foto dinamik berupa phylloerythrin (asal Chlorophyl yang secara normal dikeluarkan dari dalam tubuh)  menjadi tertimbun dan ikut beredar dalam darah serta mencapai daerah perifer.  Zat tersebut akan menimbulkan reaksi fototoksisitas  pada kulit bila terkena  sinar matahari. Disini fotosensitisasi disertai atau didahului oleh adanya kerusakan pada hati.  Oleh karena itu disebut  juga fotosensitisasi Aepatogenous. Agen penyebab fotosensitisasi sekunder  ini antara  lain:
a. Asaltanaman misalnya:(1)Tanaman yang mengandung alkaloid  pyrrolizidine seperti   Se­ necio spp., He/iotropium  spp., Crota/ariaspp., dan Eupatorium spp. Tanaman demikian banyak terdapat  di  Indonesia. (2)Tanamanyang me­ nyebabkankerusakanhatilainnya seperti  Lantana   camara  yang  mengandung zat hepato toksik  LantadeneA. Tanaman ini tersebar  luas di Indonesia dan telah banyak menyebabkan kematian pada ternak, terutama pada sapi (Sobari,1983).
b.         Asal metabolit cendawan (mikotoksin) seperti sporidesmin yang merupakan metabolit dari kegiatan   cendawan   Phytomyces  chartarum yang hidup saphrophyte pada rumput seperti Brachiaria spp. Tanaman rumput ini juga banyak terdapat  di Indonesia . Beberapa kasus fotosensitisasi yang diduga  disebabkan oleh jamur atau cendawan ini pernah dilaporkan di Indonesia (Murdiati  dkk.,  1984).
c.         Asal agen penyakit seperti cacing hati (Fasciola hepatica) yang menyebabkan terjadinya obstruksi  saluran empedu.
3.  Penyebab bawaan.
       Fotosensitisasi terjadi olehkarena adanya kelainan genetik dari ternak sejak lahir. Kelainan tersebut terutama  terhadap  metabolisme phorpyrin. Hal ini menyebabkan tingginya   kadar phorphyrin (yang bersifat  fototoksik)  didalam darah dan daerah perifer sehingga terjadi  gejala fotosensitisasi bila kulit tersebut  terkena  sinar matahari.
2.4 GEJALA KLINIS
            Pada kondisi awal, sapi yang mengalami penyakit Bali Ziekte mengalami demam, pucat , mata berlendir, dan hidung mengalami peradangan. Peradangan pada selaput lendir akan berlanjut menjadi luka-luka dangkal yang tertutup. Kerusakan kulit berupa eksim akan mengering, kemudian mengelupas menyerupai kerupuk dan akhirnya terlepas meninggalkan luka.
            Terjadinya kerusakan pada kulit akibat serangan penyakit Bali Ziekte terutama terjadi dibagian tubuh sapi yang tidak ditumbuhi bulu atau yang bulunya jarang. Kulit sapi yang sedikit atau tidak berpigmen dan yang terus menerus terkena sinar matahari, seperti bagian telinga, muka, punggung, perut, paha bagian dalam, scrotum, dan cermin pantat juga sering mengalami luka- luka. Pada awalnya, luka-luka tersebut timbul secara simetris, yaitu terjadi pada tubuh bagian kanan dan kiri pada organ yang sama. Luka yang timbul menyebabkan rasa gatal, sehingga sapi akan menjilat- jilat bagian yang luka tersebut sehingga semakin meluas. Keadaan ini akan lebih parah bila sapi terjemur atau kena panas matahari secara langsung. Sering terjadi infeksi pada bekas luka, sehingga lukanya menjadi koreng yang mengelurkan cairan bahkan bernanah.
            Secara umum tingkat kematian penyakit ini rendah, kerugian timbul karena laju pertambahan bobot badan yang sangat rendah. Jika tanaman Lantana camara yang dimakan cukup banyak serat diikuti infeksi sekunder yang diakibatkan dari efek toksin Lantana camara maka akan sangat fatal akibatnya sehingga bisa menimbulkan kematian pada Sapi Bali tersebut. Perkembangan luka atau radang biasanya akan diikuti oleh timbulnya larva lalat yang bertelur pada luka, keadaan ini akan semakin memperparah kondisi sapi yang sakit.
2.5 DIAGNOSA
Untuk menentukan diagnosa harus dicari keterangan tentang makanan/pakan (material) apa yang diberikan kepada ternak. Perhatikan juga gejala klinisnya yang jelas terlihat adanya eritema atau dermatitis pada daerah telinga, sekitar mulut, hidung, dan bagian-bagian lain yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu. Ada gejala ikterus pada membran mukosa. Disamping itu tampak jelas bahwa ternak takut terhadap cahaya/sinar matahari (Fotopobia) dan berusaha bergerak ke tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari. Analisis kadar bilirubin dan enzim-enzim hati seperti SGPT, SGOT dan GDH dalam serum akan dapat membedakan apakah fotosensitisasi tersebut primer atau sekunder. Kadar bilirubin dan enzimenzim hati yang meningkat menandakan penyebabnya adalah sekunder
Sumber : Internet










2.6 PATOLOGI ANATOMI

Dua ekor sapi yang menunjukan gejala Baliziekte, terlihat kerusakan kulit berupa eksim yang kering kemudian mengelupas. Luka –luka tersebut muncul secara simetris.
2.7 PENANGGULANGAN DAN PENCEGAHAN

Prinsip penanggulangan fotosensitisasi adalah dengan menghindarkan agen penyebabnya, yaitu hepatotoksin (penyebab sekunder) atau agen foto dinamiknya (pada penyebab primer) . Hal ini dapat dilakukan dengan mencegah hewan kontak lebih lanjut dengan zat kimia atau agen penyebab tersebut dengan cara memindahkan hewan atau tidak memberikan bahan makanan yang mengandung zat atau agen penyebabnya kepada hewan yang menderita fotosensitisasi tersebut .Ternak yang menderita fotosensitisasi ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari . Di samping itu pada daerah kulit yang mudah terkena fotosensitisasi (dermatitis) dioleskan krem atau salep yang mengandung serbuk zinc oksida, terutama pada daerah ambing atau kelenjar susu (Smith, 1987) .
Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika .Bila penyebab fotosensitisasi sekunder adalah zat hepatotoksik (sporidesmen) berasal dari metabolit cendawan Pythomyceschartarum yang tumbuh pada tanaman yang dimakan ternak (misalnya Brachiaria spp.), maka dapat dilakukan penyemprotan dapat dilakukan dengan menggunakan benomyl sebanyak 150 gram zat aktif per hektar atau methyl thiophanate dan thiabendazol sebanyak 140 gram per hektar yang dilarutkan dalam 225 liter air bersih. Selama 7 hari setelah penyemprotan rumput jangan diberikan kepada ternak .Cara demikian dapat mencegah berkembangnya cendawan tersebut.



















BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Fotosensitisasi adalah gejala dermatitis dan/atau konjungtivitis dan/atau cutaneous hyperesthesia yang berkembang pada hewan yang terpapar  oleh cahaya matahari.
Penyebab timbulnya fotosensitisasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok: Penyebab langsung atau fotosensitisasi primer, Penyebab langsung atau fotosensitisasi primer,dan Fotosensitisasi terjadi olehkarena adanya kelainan genetik dari ternak sejak lahir.
Pada kondisi awal, sapi yang mengalami penyakit Bali Ziekte mengalami demam, pucat , mata berlendir, dan hidung mengalami peradangan. Peradangan pada selaput lendir akan berlanjut menjadi luka-luka dangkal yang tertutup.
Untuk menentukan diagnosa harus dicari keterangan tentang makanan/pakan (material) apa yang diberikan kepada ternak. Perhatikan juga gejala klinisnya. Prinsip penanggulangan fotosensitisasi adalah dengan menghindarkan agen penyebabnya
3.2 SARAN
            Adapun saran yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca untuk mengetahui penyebab, patogenesa, gejala klinis yang timbul, diagnosis dan diagnosis banding serta cara pengobatan dari fotosensitisasi pada bali ziekta dengan pasti perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih banyak refrensi penelitian terbaru mengenai penyakit bali ziekta.










DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S. 1994. FotosensitisasidanPenanggulangannyapadaTernakRuminansia. Wartazoa 3 (2-4) : 13 – 16.

Ivie, G.Wayne.   1982.  J.N.C.1. 69(1):  259-262
Murdiati, T.B., H. Hamid, J . Van Eys ., A.J . Wilson, P . Zahari, dan D.R. Stoltz. Studi Pendahuluan Kasus Keracunan Brachiaria Sp. Pro ceedings Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil . Bogor; 1984.
Smith, B.L. 1987. Photosensitisation of Herbivores in Australi and New Zealand.Proceedings No.103. Veterinary Clinical Toxicology. The University of Sydney, N.S.W. 2006. pp:295-300
Sobari,  1983.   Kasus Kematian Sapi Bali di Kabupaten Donggala Akibat Keracunan Lantana camara.  Hamera Zoa. 71(2):  141-146.
Sismami, Ayu. 2011. Penyakit Kulit Akibat Alergi dan Fotosensitisasi.         http://sismami-ayu.blogspot.co.id/2011/10/penyakit-kulit-akibat-alergi-       dan.html. Diakses pada 25 April 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PREMEDIKASI DAN ANESTESI VETERINER

RINGKASAN Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasi...