BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Restrain adalah menghalangi
gerak/aksi dari hewan sehingga dapat menghindari/mengurangi bahaya untuk dokter
hewan, asisten maupun hewan itu sendiri. Bahaya tersebut dapat berupa gigitan,
sepakan, desakan, dan injakan dari hewan saat akan diperiksa kesehatannya,
dilakukan pemeriksaan, pengobatan, dioperasi, maupun dibersihkan. Bahaya atau
resiko untuk hewannya sendiri dapat berupa luka benturan karena sepakan yang
mengenai dinding kandang yang tajam atau keras seperti paku, potongan kayu dan
lain sebagainya yang dapat menyebabkan luka memar atau tergores dan perdarahan
sampai patah tulang.
Dalam merestrain harus dilakukan
dengan tepat dan menggunakan metode yang benar. Kuda merupakan salah satu hewan
yang sering ditangani oleh dokter hewan, sehingga harus benar-benar dikuasai
cara merestrain dan mengcasting baik secara fisik maupun kimiawi. Kuda memiliki
tenaga yang kuat, ukuran tubuh yang besar, tempramen, kuat, dan cepat. Hal ini
yang menyeakan setiap orang yang menghandel kuda mengalami kesulitan dalam
menangani khususnya dalam melakukan pemeriksaan sehingga harus benar-benar
dibutuhkan pengetahuan bagaimana cara melakukan restrain dan casting.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana cara melakukan restrain pada kuda?
2.
Bagaimana cara melakukan casting pada kuda?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui cara melakukan restrain pada kuda.
2.
Untuk mengetahui cara melakukan casting pada kuda.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat
diberikan dari penulisan paper ini adalah :
1. Melalui
paper ini diharapkan kalangan mahasisawa Universitas Udayana, khususnya
Kedokteran Hewan Udayana memiliki wawasan lebih mengenai cara melakukan restrain dan casting pada kuda.
2. Hasil
tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk mengerjakan tugas yang
berhubungan dengan restrain dan
casting pada kuda.
BAB
II
PEMAHASAN
2.1 Restrain Kuda
Kuda, jika mungkin, harus didekati dari
sisi kiri mereka. Biasanya akan lebih mudah bekerja dari sisi itu. Tempat
terbaik untuk bekerja adalah dekat bahu, sedikit ke sisi namun tidak langsung,
di depan. Umumnya, handler dan pemeriksa harus berada di sisi yang sama dari
kuda bila memungkinkan.
Ada tiga ketegori utama dari restrain
yaitu fisik, verbal, dan kimia yang dapat digunakan masing-masing atau secara
bersamaan. Dalam melakukan restrain haruslah tenang, percaya pada kemampuan,
tidak ragu-ragu, waspada, dan tidak sembarangan. Sebelum bertindak hendaknya
merencanakan metodenya serta menyiapkan peralatannya.
2.1.1 Restrain Fisik
Ada
beberapa cara melakukan restrain fisik pada kuda:
1.
Mengangkat Kaki
Mengangkat kaki merupakan cara restrain yang
pada dasarnya bermaksud untuk mengurangi pergerakan atau mencegah adanya tendangan.
Cara seperti ini biasanya dilakukan saat melakukan
pemeriksaan eksplorasi rektal atau melakukan pemeriksaan lain didaerah
belakang, seperti menghitung pulsus pada arteri coccygea, atau menghitung
temperatur melalui anus, juga ketika memasang tapal kuda, mengambil radiografi,
atau menggunting rambut (Hanie, 2006).
Gambar 1. Restrain dengan mengangkat kaki kuda
2.
Halter danTali Muka
Satu dari cara dasar menguasai kuda adalah menempatkan
halter dan tali muka pada kuda. Ini juga merupakan tahap pertama dalam memperoleh
control kepala kuda, dimana ini adalah kunci untuk mengontrol kuda. Biasanya,
halter diletakkan pertama, lalu tali muka di sematkan di halter. Halter
mempunyai loop kecil yang ditemukan di sekitar hidung dan loop besar yang di tempatkan
di atas dan di belakang telinga. Kaitan dan kancing digunakan untuk membuka dan
menutup loop.(Hanie, 2006). Tali muka berasal dari beberapa material seperti
nylon, kulit rami atau cotton, dan mempunyai 2 model dasar, dengan rantai atau tanpa
rantai. Tanpa rantai, tali diletakkan hanya sebagai kendali (Hanie, 2006).
Gambar 2. Restrain dengan halter dan tali muka
3.
Menutup Mata
Ini merupakan metode yang dapat diterapkan pada
satu atau kedua mata. Dilakukan agar kuda tidak dapat melihat area bekerja,
sehingga tidak memberikan respon. (Hanie, 2006).
Gambar 3. Restrain dengan menutup mata
4.
Penggunaan Praam/twitch
Praam adalah alat sederhana yang digunakan untuk
mengendalikan kuda yang terbuat dari tongkat kuat dan tebal, yang diujungnya terdapat
lubang dengan tali sepanjang 30 cm. Praam digunakan untuk mengalihkan perhatian
kuda dengan cara memfokuskan rasa sakit kuda pada bagian bibir atas sehingga mempermudah
pemeriksa dalam memeriksa kuda maupun ketika akan melakukan pengambilan sampel.
Penggunaan pram dilakukan dengan cara melilitkan
tali pram pada kuli bibir atas sedemikian rupa dan menjaga membrane mukosa bibir
terletak didalam. Penggunaan pram hendaknya tidak lebih dari 2 jam karena dapat
menimbulkan nekrosis. (Sonsthagen, 1991)
Gambar 4. Restrain dengan menggunakan
Praam/twitch
5.
Hoppless
Merupakan alat yang digunakan
untuk membelenggu kaki kuda, sehingga gerak kaki menjadi terbatas. Selain untuk
restrain, hopples dapat juga digunakan untuk casting.Hopples berbentuksepertipembalut
yang terbuatdarianyamantali yang ujungnyadipasang ring. Macam-macam hopples:
web hopple, english pastern hopplen two way hopple, king hopple, english
hopple, dan breeding hopple.
Gambar 5. Restrain dengan menggunakan Hoppless
2.1.2 Restrain Verbal
Berbicara dengan kuda memiliki efek yang besar.
Nada menenangkan dan menenteramkan menenangkan diri dalam menenangkan kuda yang
retak. Demikian pula, nada otoritatif yang tajam disertai tarik menarik tali
timbal bisa membantu membuat kuda yang gelisah di tempatnya.
2.1.3 Restrain Kimia
Restrain kimia atau chemical restrain
adalah pengendalian dengan bahan-bahan kimia. Dalam melakukan restrain pada
kuda menggunakan bahan kimia ada beberapa cara dalam menggunakannya, antara
lain :
1. Pemberian
secara intravena
Pemberian bahan kimia secara intravena
adalah dengan xylazine, thiobarbiturate, chloral hydrate dan guanifenesin. Penggunaan
xilazine dalam dosis kecil yaitu 0,2 – 0,3 mg/kgBB sebagai premedikasi yang
bersifat sedasi dapat memberikan sedikit efek pada fungsi kardiovaskular.
Kombinasi pemberian coral hydrate dengan
magnesium sulfat dan pentobarbitone digunakan untuk anestesi IV sebelum
thiobarbiturate pada tahun 1950. Ada 2 golongan yang sering digunakan, yaitu :
thiopental dan thiamidal. Dimana obat tersebut digunakan sebagai induksi
tunggal jika diperlukan anestesi singkat (5-10 menit). Obat ini diberikan
melalui IV dalam larutan 10% (5g powder dalam 50ml saline/aquades). Dosis untuk
sedasi : 7 – 8 mg/kgBB. Hal yang harus diperhatikan bahwa konsentrasi
thiobarbiturate yang tinggi dapat menyebabkan phlebitis dan akan menimbulkan
luka pada vena.
Guaifenesin bekerja sebagai relaksasi
muskulus sentralis dan juga memiliki beberapa efek sedasi. Dibeberapa negara,
guaifenesin dipakai dalam 10% larutan propylene glycol ethyl alkohol. Jika
guaifenesin diinjeksi sebelum larutan barbiturate diberikan secara cepat ketika
tanda sedasi dan kejang ringan tampak, diberikan thiopental atau thyamilal
secara IV dalam 10% larutan dengan dosis 4 – 5 mg/kgBB. Jika guanifenesin dan
barbiturate diberikan melalui infus, maka 2,5 gr thiopental atau thyamilal
ditambahkan terlebih dahulu ke dalam guanifenesin. Pemberian guaifenesin dengan
xylazine dan ketamine. Xylazine yang umumnya diberikan 5-10 menit lebih dulu
dengan dosis 2ml/kgBB dalam larutan 5% kemudian diberikan ketamine 2mg/kgBB.
2. Pemberian
secara intramuscular atau intravena
Pemberian bahan kimia secara intravena
adalah dengan xylazine, ketamine dan guanifenesin. Guanifenesin dan ketamine
digunakan jika anestesi >15 menit tetapi kurang dari 1 jam. Ketamine 1gr dan
xylazine 500mg ditambahkan dalam larutan 5% untuk 1 L atau 10% larutan untuk
500ml guanifenesin. Setelah induksi anestesi dengan xylazine dan ketamine
melalui tetes cairan lebih kurang 2ml/kg/jam dalam larutan 5% dan 1ml/kg/jam
untuk larutan 10%mengganti xylazine dengan detomidine 5mg/L dalam larutan 5%
dan 5 mg/500ml jika memakai larutan 10%.
3. Pemberian
secara intramuscular atau subcutan
Pemberian bahan kimia secara intravena
adalah dengan lidocaine, prilocaine dan mepivacaine. Dalam kasus kepincangan
diagnosa blokade saraf harus diusahakan. Salah satunya dengan melokalisir
sumber masalah atau mengkonfirmasikan bagian yang dicurigai. Hal ini mungkin
dilakukan dengan blokade saraf sensoris yang menginervasi regio spesifik atau
dengan injeksi intraartikular.
4. Pemberian
secara inhalasi
Pemberian secara inhalasi dibutuhkan
ketrampilan dan pengalaman khusus bila dibandingkan secara IV karena penggunaan
secara teknik ini dapat mengakibatkan hipoksemia dan hipotensi. Bahan kimia
yang digunakan dalam inhalasi adalah halothane-oksigen dan isoflurane-oksigen.
“Isoflurane mempunyai sejumlah keuntungan dibandingkan dengan halotane, sebab
obat anestetik ini kurang dapat larut dan karena itu akan menghasilkan aksi
yang dicapai lebih cepat dan recovery yang cepat”.
2.2 Casting Kuda
Casting
adalah menguasai hewan dengan cara merebahkan hewan tersebut.
Syarat-ayarat melakukan casting adalah:
·
Berhati-hati, jangan sampai melukai kuda.
·
Tempat cukup lapang, rata, empuk, dan jauh
dari pepohonan, tembok, batu/benda lain yang membahayakan. Alas dibuat dari
jerami kering/rumputyang kering, usahakan di tempat yang teduh.
·
Tali yang digunakan cukup besar dan
panjang.
·
Sediakan tenaga manusia 4-5 orang, satu untuk
mengarahkan jatuhnya kuda, sedangkan yang lain sebagai penarik tali.
·
Setelah kuda rebah, cepat dikuasai agar
tidak berusaha berdiri kembali
·
Pada kuda bunting sebaiknya jangan
dilakukan.
Casting pada kuda umumnya dilakukan untuk tujuan terapi (surgical
therapy) dapat dilakukan dengan :
1.
Hoble/Kluister
Hoble
berupa tali tambang yang dipasang pada salah satu kaki belakang kemudian
dihubungkan ke leher dan satu ujungnya masuk ke dalam tali yang ada di leher
dan ditarik ke belakang dan kuda akan jatuh pada bagian yang ada talinya lalu
dilakukan pengikatan pada kaki.
Gambar 7. Metode Hoble
2.
Metode
Harness
Cara ini
dengan menggunakan semacam sabuk dari kulit dengan talinya. Alat ini dipasang
melingkar pada dada dan kedua kaki belakang dihubungkan dengan ring yang ada
dan kedua ujung tali ditarik ke belakang dan kuda akan terjatuh lalu dilakukan
pengikatan pada kaki. Dari kedua metode diatas metode Harness lebih sering digunakan
karena lebih aman dan mudah dilakukan.
Gambar 8. Metode Harness
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam melakukan pemeriksaan,
pengobatan, bahkan operasi pada hewan khususnya kuda akan sangat sulit
dilakukan apabila hewan tersebut terus bergerak dan tidak terkendali. Dokter
hewan yang menangani bisa saja tergigit atau terinjak. Untuk menghindari resiko
tersebut maka ada teknik yang disebut restrain dan casting. Restrain maupun
casting adalah teknik yang dilakukan untuk menghalangi gerak/aksi hewan.
Ada tiga ketegori utama dari restrain
yaitu fisik, verbal, dan kimia. Dalam melakukan restrain haruslah tenang,
percaya pada kemampuan, tidak ragu-ragu, waspada, dan tidak sembarangan.
Sebelum bertindak hendaknya merencanakan metodenya serta menyiapkan
peralatannya.
Casting
adalah menguasai hewan dengan cara merebahkan hewan tersebut.
Casting pada kuda
umumnya dilakukan untuk tujuan terapi (surgical therapy) dapat dilakukan dengan
metode Hoble/Kluister dan metode Harness.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hanie, A. 2006.Large Animal Clinical
Procedures for Veterinary Technicians.Dallas : Elsevier Mosby
Keith Javic - Classof 2003, C. Nikki
Conroy - Classof 2003. EQUINE RESTRAINT.http://cal.vet.upenn.edu/projects/fieldservice/Equine/eqrestr/eqrestr.htm (diakses
28 februari 2014)
Sardjana, I Km Wiarsa, Diah
Kusumawati. 2004. “Anestesi Veteriner Jilid 1”. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta